Vol 8 No 1 (2019): Gereja Misioner
Sejarah mencatat bahwa perjalanan misi tidak berada diruang yang kosong tetapi selalu diperhadapkan dengan dinamika dan keadaan yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Keadaan itu tidak dilihat sebagai tembok yang akan membentengi bahkan menutup serta membunuh semangat jalannya misi, melainkan menjadi kesempatan untuk memikirkan ulang dan bertransformasi bagaimana supaya misi yang akan dilaksanakan dapat relevan dengan keadaan yang sedang berubah dan bergumul. Era digital 4.0 dan pandemi Covid 19 adalah potret, landscape pergumulan dan perubahan yang dihadapi gereja dan misi sekarang ini. Tulisan ini akan membahas persoalan tersebut dengan maksud dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang bagaimana misi dan gereja yang misioner diimplementasikan di era digital 4.0 dan pandemi Covid 19. Makalah ini ditulis dengan menggunakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan sumber-sumber yang relevan.
William J.Abraham, seorang murid teolog Methodist Amerika yang terkenal Albert C.Outler, mencatat bahwa, after Aldersgate he (maksudnya John Wesley) became a transformed man. Abraham menjelaskan bahwa transformasi dalam diri Wesley melalui lawatan firman Tuhan dalam pengalaman Aldersgate (Aldersgate experience). Hidup John Wesley (selanjutnya disebut Wesley) sebelum peristiwa Aldersgate di awali dengan “perasaan gagal beriman sepenuhnya” dalam Yesus, seperti kegagalan melayani di Georgia sebagai misionaris, ditolak mengganti ayahnya sebagai pendeta di Epworth dan pengalaman pahitnya dalam bercinta. Melalui pengalaman Aldersgate yang mentransformasi kehidupan Wesley secara total, membuat Wesley menjadi luar biasa dalam karir-pelanannya, terutama sebagai pengkhotbah besar pada zamannya (the truly great evangelist).