Arsip

  • Vol 11 No 2 Tahun 2022
    Vol 11 No 2 (2022)

  • Vol 10 No 1 Tahun 2021
    Vol 10 No 1 (2021)

  • Teologi Anugerah
    Vol 7 No 2 (2018)

    Teologi Anugerah adalah jurnal teologi yang diterbitkan secara tematis.Diharapkan jurnal ini menjadi medium tukar pikiran informasi dan riset ilmiah antara pakar dan pemerhati masalah-masalah Teologi di Indonesia

  • Vol 11 No 1 Tahun 2022
    Vol 11 No 1 (2022)

  • SENTRALISASI KASIH
    Vol 8 No 2 (2019)

    Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Berbagai suku, ras, agama dan kebudayaan merupakan kekayaan nusantara yang seharusnya dirawat dan dilestarikan. Namun yang menjadi tantangan di tengah masyarakat majemuk, sering sekali identitas keyakinan tertentu dibenturkan dengan keyakinan-keyakinan lainnya. Misalnya agama dibenturkan dengan nilai-nilai budaya lokal tertentu sehingga terjadi gesekan-gesekan yang berpotensi mengakibatkan perpecahan. Sementara di sisi lain, setiap agama tentu mengidam-idamkan sebuah realitas yang damai, adil dan sejahtera. Hal ini seperti paradoks yang nyata di tengah masyarakat kita pada umumnya. Inilah yang menjadi tantangan agama-agama di tengah kemajemukan, secara khusus kekristenan itu sendiri.

    Perlu adanya kesadaran terhadap fenomena yang terjadi dalam realitas kemajemukan. Moderasi beragama merupakan salah satu “jalan tengah” yang ditawarkan untuk meminimalkan gesekan-gesekan yang terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap keyakinan tertentu dan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Moderasi beragama bukan berarti “liberal,” tetapi justru mengacu pada sikap yang “seimbang.” Moderasi (Latin: Moderatio) berarti “ke-sedang-an,” “tidak kelebihan” juga “tidak kekurangan,” atau dalam KBBI diterjemahkan secara sederhana: “pengurangan kekerasan” atau “menghindari keekstriman.” Jadi jelas bahwa moderasi beragama lebih mengedepankan keseimbangan dan tidak memandang sesuatu secara berlebihan.

    Untuk menjadi Kristen yang benar tidak harus menyalahkan keyakinan lainnya. Demikianlah realitas yang seharusnya memberi harapan di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk.

  • Vol 12 No 1 Tahun 2023
    Vol 12 No 1 (2023)

  • Vol 9 No 2 Tahun 2020
    Vol 9 No 2 (2020)

  • Vol 10 No 2 Tahun 2021
    Vol 10 No 2 (2021)

  • Gereja Misioner
    Vol 8 No 1 (2019)

    Sejarah mencatat bahwa perjalanan misi tidak berada diruang yang kosong tetapi selalu diperhadapkan dengan dinamika dan keadaan yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Keadaan itu tidak dilihat sebagai tembok yang akan membentengi bahkan menutup serta membunuh semangat jalannya misi, melainkan menjadi kesempatan untuk memikirkan ulang dan bertransformasi bagaimana supaya misi yang akan dilaksanakan dapat relevan dengan keadaan yang sedang berubah dan bergumul. Era digital 4.0 dan pandemi Covid 19 adalah  potret, landscape pergumulan dan perubahan yang dihadapi gereja dan misi sekarang ini. Tulisan ini akan membahas  persoalan tersebut dengan maksud dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang bagaimana misi dan gereja yang misioner diimplementasikan di era digital 4.0 dan pandemi Covid 19. Makalah ini ditulis dengan menggunakan penelitian kepustakaan dengan menggunakan sumber-sumber yang relevan.

    William J.Abraham, seorang murid teolog Methodist Amerika yang terkenal Albert C.Outler, mencatat bahwa, after Aldersgate he (maksudnya John Wesley) became a transformed man. Abraham menjelaskan bahwa transformasi dalam diri Wesley melalui lawatan firman Tuhan dalam pengalaman Aldersgate (Aldersgate experience). Hidup John Wesley (selanjutnya disebut Wesley) sebelum peristiwa Aldersgate di awali dengan “perasaan gagal beriman sepenuhnya” dalam Yesus, seperti kegagalan melayani di Georgia sebagai misionaris, ditolak mengganti ayahnya sebagai pendeta di Epworth dan pengalaman pahitnya dalam bercinta. Melalui pengalaman Aldersgate yang mentransformasi kehidupan Wesley secara total, membuat Wesley menjadi luar biasa dalam karir-pelanannya, terutama sebagai pengkhotbah besar pada zamannya (the truly great evangelist).