https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/issue/feedJurnal Teologi Anugerah2024-04-24T13:47:47+07:00Manimpan Hutasoitsttgmibandarbaru@methodist.ac.idOpen Journal Systems<p>Teologi Anugerah adalah jurnal teologi yang diterbitkan secara tematis.Diharapkan jurnal ini menjadi medium tukar pikiran informasi dan riset ilmiah antara pakar dan pemerhati masalah-masalah Teologi di Indonesia</p>https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/view/2820PEMIMPIN YANG MELAYANI (MRK. 10:45) SUATU KAJIAN DOGMATIS DAN RELEVANSINYA BAGI “GEREJA METHODIST”2024-04-24T13:23:59+07:00Manimpan Hutasoitmanimpanhutasoit12@gmail.com<p>Pemimpin yang Melayani (Mrk. 10:45) dalam kajian Dogma Kristen dan merelevansikannya bagi “Gereja Methodist.” Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut: Pertama, penulis akan mendekati pemahaman “Pemimpin Menurut Dogma Kristen”, demikian juga pemahaman “Melayani” terakhir membuat relevansinya kepada Gereja Methodist. Berkenaan dengan lokus perelevansian yaitu Gereja Methodist, penulis membuat dalam tanda petik, maksud penulis memaksudkannya bahwa pada dasarnya tulisan ini adalah relevan bagi gereja-gereja, hanya ada di dalamnya penekanan spesifik pada Gereja Methodist.</p>2020-04-01T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/view/2821DIA MENGUTUS RASULNYA (MATIUS 10:5-10)2024-04-24T13:35:00+07:00Bangun Sitohangmanimpanhutasoit12@gmail.com<p>Ketika menuliskan renungan ini, pikirku melayang pada dua cara dalam menyusun kotbah. Yang pertama disebut tematis. Ditentukan tema. Umumnya tema itu relevan dengan konteks kita, saat ini. Yang kedua, disebut ekspositoris atau leksionaris. Yang ditentukan hanya ayat-ayat Alkitabnya. Berbeda dengan tematis. Ayat-ayat tersebut digali dan dipelajari, lalu dicari apa relevansinya bagi kita saat ini. Terkait dengan Matius 10:5-10, saya akan menggunakan cara yang kedua. Saya akan mengajak kita untuk menggali ayat-ayat tersebut, kemudian kita bertanya: apa yang dipesankan Tuhan melalui ayat-ayat itu kepada kita di sini dan saat ini. Dalam ayat 5 dijelaskan “kedua belas murid diutus. Artinya, semua murid, tidak ada yang tidak. Yesus tidak bersikap “memilih-milih”, Petrus orangnya baik. Jadi saya beri dia tugas. Atau, Yudas itu orangnya tidak dapat dipercaya. Jadi, lebih baik dia di rumah saja. Tidak. Semua diutus oleh Yesus untuk memberitakan Injil. Karena bagi Yesus, itu merupakan tugas setiap muridNya</p>2024-04-24T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/view/2822PEMIMPIN YANG MELAYANI (Markus 10:45)2024-04-24T13:37:28+07:00Perobahan Nainggolanmanimpanhutasoit12@gmail.com<p>Pada saat ini yang sangat ditakuti oleh dunia adalah perubahan iklim yang terjadi dimana-mana (banjir bandang, cuaca panas ekstrim, volume curah hujan yang tinggi dan angin puting-beliung) pasca penularan virus covid-19. Maraknya penyebaran virus covid-19 yang berlangsung kurang lebih 3 tahun (2019 – 2022) membuat manusia di seluruh dunia mengalami ketakutan, kecemasan dan kehilangan harapan akibat virus yang mematikan itu. Namun setelah virus covid-19 muncul masalah baru yakni perubahan iklim (cuaca ekstrim) di seluruh belahan bumi. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan seorang pemimpin yang melayani dalam mengedukasi manusia sebagai umat dan memelihara dunia ciptaan Tuhan ini agar tetap terpelihara dengan baik, asri dan lestari. Konsep kepemimpinan secara umum biasanya dikaitkan dengan konsep <em>power</em> (kuasa), sehingga muncul opini publik yang mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kuasa. Praktek kepemimpinan yang mengandalkan kuasa identik dengan gila hormat, minta melayani, tirani, sombong dan bersikap sewenang-wenang. berbeda dengan praktek kepemimpinan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yang menekankan karakter seorang hamba yakni kerendahan hati menjadi seorang pelayan. Barang siapa yang ingin menjadi besar dan terkemuka harus bersedia berbuat kebaikan bagi semua orang, harus merendahkan diri untuk melakukan berbagai pelayanan yang paling hina dan mengerjakan semua pelayanan yang paling sulit.</p>2020-04-01T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/view/2823PENGARUH KEPEMIMPINAN GEMBALA SIDANG TERHADAP PERTUMBUHAN GEREJA BALA KESELAMATAN KABANJAHE 2024-04-24T13:39:54+07:00Ira Tobingmanimpanhutasoit12@gmail.comMangatas Parhusipmanimpanhutasoit12@gmail.comNaek Situmorangmanimpanhutasoit12@gmail.com<p>Gembala sidang adalah seorang penjaga dan pemelihara. Kepemimpinan seorang gembala sidang sangat mempengaruhi pertumbuhan umatnya. Gembala sidang adalah pemimpin yang memberi makan, memimpin, melindungi, memelihara, menjaga dan membangun, serta mengajar umatnya. Tujuan penulis adalah untuk memahami pengaruh kepemimpinan gembala sidang terhadap pertumbuhan gereja di gereja Bala Keselamatan Kabanjahe. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa kepemimpinan gembala sidang, memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan gereja, dengan kata lain kepemimpinan gembala sidang memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan gereja.</p>2020-04-01T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/view/2824KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI KONTRIBUSI NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI DALAM MENGEMBANGKAN MODERASI BERAGAMA2024-04-24T13:43:27+07:00Jonsen Sembiringjonsensem@gmail.com<p>Berbagai fenomena dan fakta alam telah mengungkapkan bahwa semua ciptaan telah mengalami krisis yang serius dan telah mengancam kelangsungannya masing-masing. Eksploitasi manusia atas dirinya<a href="#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> dan alam serta isinya<a href="#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a>, sungguh sangat memprihatinkan saat ini. Manusia telah menjadi budak tehnologi, manusia telah menjadi objek karyanya, termasuk ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dengan tehnologi manusia mempermudah eksploitasi alam, ekologi dan ekosistem menjadi rusak parah, sehingga alam <em>marah</em> seakan melampiaskan dendamnya kepada manusia dalam bentuk banjir rob<a href="#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a>, banjir bandang dan seterusnya. <strong><em>Human error atas nama manusia sebagai mahkota ciptaan,</em></strong> berlangsung secara terus menerus mulai hal-hal kecil seperti membuang sampah sembarangan hingga mengeksploitasi hutan <strong><em>(deforestasi).</em></strong> Demikian juga polusi air oleh penduduk dan pabrik, polusi udara oleh pabrik dan asap kenderaan telah merusak alam dari yang paling kecil seperti pengunaan detergen yang mengotori sungai, hingga asap kendaraan hingga pabrik yang mengakibatkan ozon menipis. Relasi timbal balik antara manusia dengan sesama, antara manusia dengan dunia dan isinya semakin lama semakin rusak. Kerusakan lingkungan sosial dan alam menjadi bukti kerusakan relasi tersebut. Budaya <em>toxic hustle culture</em> menjadi salah satu bukti manusia terutama generasi muda sekarang mengeksploitasi diri tanpa mempertimbangkan efeknya pada dirinya, sesama dan alam semesta.</p> <p><a href="#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Kerusakan ekologi dan ekosistem melalui kegiatan perambahan hutan dan <em>illegal logging,</em> telah mengakibatkan kerusakan hutan seperti erosi demikian juga semakin sempitnya tanah untuk resapan air hujan telah menyebabkan banjir bandang yang meluluh lantakkan kampung, lahan produksi dan tanaman, hancurnya fasilitas umum dan rumah penduduk serta menyebabkan manusia luka, hilang, meninggal serta trauma. Mencairnya bongkahan es di kutup Utara dan Selatan menjadi salah satu penyebab banjir rob, hal itu dikarenakan ozon semakin menipis karena asap dan polusi seperti dari bakaran, asap kendaraan dan pabrik.</p>2020-04-01T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/view/2825MISI KEPADA GENERASI Z Suatu Tinjauan Misiologis tentang Misi Kepada Generasi Z dan Implikasinya bagi Gereja Masa Kini2024-04-24T13:45:28+07:00Moses Palmero Hasibuanmanimpanhutasoit12@gmail.comAntoni Manurungmanimpanhutasoit12@gmail.comMangatas Parhusipmanimpanhutasoit12@gmail.com<p>Karya ilmiah ini dilatarbelakangi oleh pengamatan penulis terhadap keadaan pemuda-pemudi khususnya kehadiran pada saat beribadah di beberapa Gereja yang cenderung menurun. Menurut mereka salah satu penyebab keadaan tersebut adalah situasi dan acara serta kegiatan dalam ibadah yang sangat monoton dan membuat mereka menjadi bosan. Model ibadah yang masih ”sangat tradisional” dijadikan sebagai alasan yang membuat penurunan keaktifan pemuda-pemudi dalam ibadah. Keadaan ini tidak hanya menjadi persoalan keaktifan beribadah tetapi telah berdampak terhadap kehidupan kerohanian (spiritualitas) pemuda-pemudi yang dalam pengamatan penulis lebih mementingkan kehidupan yang serba instan karena dipengaruhi kemajuan teknologi yang ada saat ini daripada melibatkan diri dengan persekutuan gereja. Penulis melakukan pengamatan ini di Gereja Methodist Indonesia Agave Dumai dan beberapa gereja lainnya yang mengalami kecenderungan persoalan yang sama. Dengan tulisan ini, penulis bermaksud untuk meneliti lebih jauh persoalan yang sesungguhnya dan ingin memberikan kontribusi tentang bagaimana gereja menjalankan misinya ditengah-tengah persoalan tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan angket pertanyaan dan wawancara sebagai data sekunder.</p>2020-04-01T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/view/2826SUKKOT DAN PAMELEAN BOLON SIPAHALIMA Tinjauan Biblis Terhadap Nilai-Nilai Sukkot Dalam Ulangan 16:13-17 Dalam Merespons Nilai-Nilai Pamelean Bolon Sipahalima Dalam Budaya Batak Toba2024-04-24T13:47:47+07:00Siska Senjawi Pandianganmanimpanhutasoit12@gmail.comAntoni Manurungmanimpanhutasoit12@gmail.comNaek Situmorangmanimpanhutasoit12@gmail.com<p>Karya tulis ini merupakan pembahasan tentang nilai-nilai dari perayaan <em>Sukkot </em>dalam Ulangan 16:13-17 dalam merespons nilai-nilai perayaan <em>Pamelean Bolon Sipahalima. </em>Sistem religi dalam kebudayaan lokal sering dianggap sebagai aliran kepercayaan yang sesat oleh sebagian pandangan Kristen yang sebenarnya tidak semudah itu dalam mengatakannya, karena pasti ada suatu nilai yang berharga dan bermakna positif. Maka untuk itulah diperlukan respons secara teologis terhadap budaya lokal, apa saja yang bisa tetap dilestarikan dan diperbaiki, sebab budaya lokal juga bisa memberikan sumbangsih bagi Kekristenan secara positif dalam kepercayaannya kepada Tuhan, apa yang baik yang bisa diambil dari budaya untuk bisa melengkapi Kekristenan. Jadi dalam memberikan respons teologis bukan bermaksud untuk menilai benar dan salahnya suatu budaya tersebut tapi berusaha sama-sama memberikan respons yang baik untuk saling melengkapi satu dengan yang lain antara Kekristenan dan budaya Batak Toba.</p>2020-04-01T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024